KELALAIAN
Kaset itu berputar cepat. Aku mengikuti doa imam de¬ngan penuh perhatian dan kecermatan. Aku mengulangi doa itu untuk kesekian kalinya. Sekali lagi, dan sekali lagi. Setiap doa yang diucapkannya .. Segala yang diucapkan dan menjadi doanya adalah benar adanya. Hidup kita memang akan berakhir .... Kita akan dimandikan, dikafani, kemudian diletakkan di liang lahat, di dalam tanah. Nama kita akan segera terlupa¬kan .
Namun suara yang diiringi dengan kekhusyuan itu mem¬buatku terdiam sesaat. .. Aku memutar kembali kaset itu untuk ketiga kalinya ..
Saudariku adalah profil seorang wanita da'i yang ber¬sungguh-sungguh. Ia telah berusaha mengubah diriku men¬jadi orang yang selalu memelihara shalat, untuk selalu berbuat taat. Ia berusaha semaksimal mungkin, melalui kata-¬kata, melalui kaset dan melalui buku-buku.
Suatu hari, ketika dia sedang mengendarai mobil bersa¬maku, kami terlibat pembicaraan. Ketika kami hendak turun, saudariku itu meletakkan kaset ini ke dalam Tape Recorder.
Keesokan harinya, aku keluar rumah dengan santai, tanpa perasaan apa-apa. Dengan sembarangan aku menekan tom¬bol tape, tanpa ingat kaset apa yang terdapat di dalamnya. Seperti biasanya, aku membayangkan suara lagu yang aku sukai. Akan tetapi sudah menjadi takdir Allah, yang ada dalam tape itu ternyata adalah kaset tersebut. Aku mendengarkannya pada pagi hari, lalu kuulangi lagi pada sore harinya, dan juga sesudah Isya'.
Aku bertanya: "Kaset apa yang engkau letakkan di sini?"
Saudariku balik bertanya: "Apakah engkau tertarik?" "Tentu saja." Jawabku. Tak seperti biasanya, ia menyambut ucapan¬ku dengan suka cita. Ia tampak begitu gembira. Di tangan-nya terdapat buku, lalu diletakkan di sampingnya. Ia kembali mengulangi pertanyaannya: "Apakah engkau betul-betul tertarik dengan suara dan bacaan imam itu?" "Sungguh, aku tertarik." Jawabku lagi.
Jawabanku itu menjadi pembuka percakapan kami yang panjang. Perbincangan semacam itu berulang beberapa kali. Namun kali ini, sungguh jauh berbeda. Di akhir perbin¬cangan, saudariku berkata:
"Saya akan bacakan kepadamu yang baru saja kubaca: "Suatu hari, Hasan Al-Bashri lewat di hadapan seorang pe¬muda yang tenggelam dalam tawanya, ketika ia duduk bersama teman-temannya. Hasan berkata kepadanya: "Wa¬hai pemuda! Pernahkah engkau melewati Ash-Shiraat?" Sang pemuda menjawab: "Belum." Beliau bertanya lagi: "Apakah engkau tahu, sedang berjalan menuju Surga atau Neraka?" "Tidak." Jawab pemuda itu lagi. "Lalu apa arti tawamu itu?" Tanya beliau lagi.
Sejenak kami terdiam. Kemudian saudariku itu mene¬ngok ke arahku, seraya berkata: "Sampai kapankah kelalaian ini akan terus berlangsung?"
Namun suara yang diiringi dengan kekhusyuan itu mem¬buatku terdiam sesaat. .. Aku memutar kembali kaset itu untuk ketiga kalinya ..
Saudariku adalah profil seorang wanita da'i yang ber¬sungguh-sungguh. Ia telah berusaha mengubah diriku men¬jadi orang yang selalu memelihara shalat, untuk selalu berbuat taat. Ia berusaha semaksimal mungkin, melalui kata-¬kata, melalui kaset dan melalui buku-buku.
Suatu hari, ketika dia sedang mengendarai mobil bersa¬maku, kami terlibat pembicaraan. Ketika kami hendak turun, saudariku itu meletakkan kaset ini ke dalam Tape Recorder.
Keesokan harinya, aku keluar rumah dengan santai, tanpa perasaan apa-apa. Dengan sembarangan aku menekan tom¬bol tape, tanpa ingat kaset apa yang terdapat di dalamnya. Seperti biasanya, aku membayangkan suara lagu yang aku sukai. Akan tetapi sudah menjadi takdir Allah, yang ada dalam tape itu ternyata adalah kaset tersebut. Aku mendengarkannya pada pagi hari, lalu kuulangi lagi pada sore harinya, dan juga sesudah Isya'.
Aku bertanya: "Kaset apa yang engkau letakkan di sini?"
Saudariku balik bertanya: "Apakah engkau tertarik?" "Tentu saja." Jawabku. Tak seperti biasanya, ia menyambut ucapan¬ku dengan suka cita. Ia tampak begitu gembira. Di tangan-nya terdapat buku, lalu diletakkan di sampingnya. Ia kembali mengulangi pertanyaannya: "Apakah engkau betul-betul tertarik dengan suara dan bacaan imam itu?" "Sungguh, aku tertarik." Jawabku lagi.
Jawabanku itu menjadi pembuka percakapan kami yang panjang. Perbincangan semacam itu berulang beberapa kali. Namun kali ini, sungguh jauh berbeda. Di akhir perbin¬cangan, saudariku berkata:
"Saya akan bacakan kepadamu yang baru saja kubaca: "Suatu hari, Hasan Al-Bashri lewat di hadapan seorang pe¬muda yang tenggelam dalam tawanya, ketika ia duduk bersama teman-temannya. Hasan berkata kepadanya: "Wa¬hai pemuda! Pernahkah engkau melewati Ash-Shiraat?" Sang pemuda menjawab: "Belum." Beliau bertanya lagi: "Apakah engkau tahu, sedang berjalan menuju Surga atau Neraka?" "Tidak." Jawab pemuda itu lagi. "Lalu apa arti tawamu itu?" Tanya beliau lagi.
Sejenak kami terdiam. Kemudian saudariku itu mene¬ngok ke arahku, seraya berkata: "Sampai kapankah kelalaian ini akan terus berlangsung?"